PENGERTIAN PENYESUAIN DIRI


Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak mempengaruhi diri atau karakteristik sosial. Pada masa remajalah berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai inidividu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap sekitarnya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,teman sebaya, maupun masyarakat.karena Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri (nonempowerment self adjustment), tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.
Penyesuaian diri merupakan kemampuan seseorang terutama anak, untuk merespon segala perubahan lingkungan, mampu memanfaatkan lingkungan untuk prestasi-prestasi yang akan diperolehnya. Maka anak tersebut harus memiliki kemampuan kognitif, afektif, dan konatif wadah pendidikan dirasakan penting untuk mengkanalisasi dan memberdayakan anak-anak sehingga kemampuan untuk penyesuaian diri dianggap menimbulkan masalah-masalah serius bagi perkembangan anak. Relevansi dengan hal itu, makalah yang akan disajikan mencoba mengungkap serangkaian fenomena sosial terhadap tidakan penyesuaian diri dari anak. Serangkaian fenomena itu, nantinya dipetakan menjadi faktor-faktor krusial, seperti: Pertama, apakah yang dimaksudkan dengan aspek-aspek penyesuaian diri. Kedua, faktor-faktor krusial yang turut mempengaruhi keberhasilan pembentukan penyesuaian diri anak, dan Ketiga, bagiamana melakukan pendidikan secara efektif baik dirumah, sekolah, teman (peer group) dan masyarakat serta apa sajakah yang perlu diperhatikan.
Pengertian Penyesuain Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya.Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjustment. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya, atas dasar pengertian itu, dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
Pembahasan
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan (pressure), kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya sosial, dalam konteks pendidikan penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diyakini memliki daya pendorong kearah progresif, sebaliknya pula jika faktor tersebut mengalami gangguan misalnya terjadi penolakan (averse), maka dapat mengakibatkan deprogresif (perkembangan yang negatif). Faktor tersebut adalah; keluarga, teman sebaya (peer), lingkungan sekolah, dan masyarakat.

A. Keluarga
Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap usia, terlebih selama masih remaja karena pada saat itulah anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Baik atau buruknya Hubungan remaja dengan keluarga dapat mempengaruhi dirinya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah.
Orang tua merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri anak. Pola hubungan antara orang tua dengan remaja akan mempunyai pengaruh terhadap penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain:
a. Menerima (acceptance),yaitu situasi hubungan di mana orang tua menerima anak nya dengan baik.sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
b. Menghukum dan disiplin yang berlebihan, merupakan pola hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menguntungkan.
c. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan, dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung dan sebagainya.
d. Penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua menolak kehadiran anaknya. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri.
Di samping orang tua, anggota-anggota keluarga lainnya (saudara-saudaranya) juga memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri si anak. Bila suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Apabila sebaliknya akan menimbulkan kondisi negatif untuk perkembangan anak (misalnya kebencian, iri hati, perselisihan, dan sebagainya)
Untuk menghindari terjadinya, kondisi negatif tersebut orang tua harus memahami bagaimana model yang efektif untuk menyusun aturan bagi anak dan pada saat yang sama bersifat suportif membimbing dan mengasuh (naturant). Beberapa studi yang dilakukan sehubungan dengan model pengasuhan efektif telah banyak dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Bornstein (1995) dan Grotevant (1998) bahwa ada empat model pengasuhan, yaitu:
1. Authoritarian parenting, adalah gaya yang bersifat membatasi dan menghukum. Orang tua bersifat otoriter memerintah anak untuk mengikuti perintah dan selalu menghormati mereka. Biasanya, membatasi anak dan tidak mengizinkan anak untuk berusaha memberikan keluhan-keluhannya. Umumnya hasil dari didikan authorian, anak-anak akan tidak kompeten secara sosial, mereka cenderung cemas bila menghadapi situasi sosial instabil, lemah dalam berinisiatif dan berkreatif, dan kemampuan komunikasinya buruk.
2. Authoritative parenting, mendorong anak untuk menjadi independen tetapi masih tetap mengawasinya. Masih diberikan kesempatan untuk berbincang bertukar pendapat dan orang tua lebih bersikap membimbing dan mendukung. Dampak terhadap anak adalah, anak akan berperilaku secara kompeten secara sosial, cenderung bersikap mandiri, tidak cepat puas, suka bersosialisasi, dan merelefsikan harga diri, para ahli psikologi dan pendidikan sangat mendukung gaya ini.
3. Neglectful parenting, orang tua tidak aktif melibatkan diri mengurusi kehidupan anaknya. Seringkali pandangan anak bahwa orang tua kurang memberikan perhatian, kasih sayang, dan melindungi dirinya. Akibatnya anak akan mencari kekurangan-kekurangan yang tidak diperolehnya, anak juga bertindak tidak kompeten secara sosial, dan tidak termotivasi untuk memperoleh prestasi.
4. Indulgent parenting, orang tua sangat melibatkan diri dalam kehidupan anaknya, tetapi kurang memberikan batasan dan pengawasan pada perilkaunya. Kemauan anak sering dipenuhi dan lebih permisif membiarkan anak mencari cara sendir untuk mencapai keinginannya. Akibatnya anak tidak tidak disiplin dan bertanggungjawab terhadap peribadinya.
Disamping model pengasuhan yang harus dipahami oleh orang tua, aspek moral juga penting untuk diajarkan kepada anak, terutama anak yang masa perkembangannya menuju ke remaja. Sehingga pola interaksi anak dengan keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sosial dapat lebih harmonis, pola hubungan tersebut seperti:
a. Menjalin hubungan yang biak dengan para anggota keluarga (orang tu a dan saudara);
b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peratuaran yang ditetapkan orang tua);
c. Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga;
d. Berusaha membantu anggota keluarga sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.
Hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
B. Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Di samping itu hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian di masyarakat. Di lingkungan sekolah, anak (remaja) harus bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah; berpartisapasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah; menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah; bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah dan staf lainnya; dan membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya. Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
Menurut, National Association for The Education of Young Children (1996) praktek pendidikan yang tepat tercermin dalam beberapa komponen utama, yaitu:
Komponen Praktek yang sehat
Tujuan kurikulum Pengalam diajarkan pada semua area perkembangan—fisik, kognitif, sosial, dan emosional.
Perbedaan individual diterima, dan dipakai untuk mendesain aktivitas yang tepat
Interaksi dan aktivitas didesain untuk mengembangkan harga diri anak dan perasaan positif terhadap belajar.
Stretegi mengajar Pendidik mengajar lingkungan untuk-anak belajar melalui eksplorasi dan interaksi aktif dengan orang dewasa, teman sebaya, dan materi
Anak-anak memilih sendiri berbagai aktivitas yang disediakan oleh pendidik
Anak diminta untuk aktif secara fisik dan mental
Pedoman pengembangan sosioemosional Pendidik memperkuat kontrol diri anak dengan menggunakan teknik bimbingan positif, seperti modeling dan mendorong perilaku yang diinginkan, mengarahkan anak pada aktivitas yang bisa diterima lingkungan sosial dan menentukan batas yang jelas.
Anak diberi banyak kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti kerjasama, membantu, bernegosiasi, dan berbicara dengan orang lain untuk memecahkan persoalan pribadi.
C. Teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya; dan Kedua, dia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
Beberapa keuntungan yang dapatdiberikan oleh teman/sahabat dalam memengaruhi perkembangannya. Antara lain:
1. kebersamaan (companionship), teman memberikan patner yang akrab, bersama-sama melakukan aktivitas saling kerjasama
2. dukungan fisik, teman dapat memberikan dukungan dan bantuan bilamana diperlukan
3. dukungan ego, persahabatan membantu anak merasa memiliki penghargaan terhadap sesuatu yang dia lakukan dan memberikan respon positif terhadap penerimaan sosial dari kawannya
4. intimasi (kasih sayang), persahabatan memberikan anak suatu hubungan yang hangat, saling percaya, dan dekat dengan orang lain. Dalam kondisi tersebut anak merasa nyaman untuk mencurahkan keinginan serta keluhannya.
Begitu pun dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Pengertian yang diterima dari teman akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan diri sendiri, ini sangat membantu memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti akan dirinya, maka individu akan semakin meningkat kebutuhan untuk berusaha menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Sehingga dia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang dimiliki.
D. Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat di mana individu merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Dalam lingkungan masyarakat remaja diperhadapkan untuk mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain, memelihara hubungan interpersonal dengan bersahabat dengan orang lain, bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain, dan bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.
Masyarakat juga memberikan ruang komunikasi yang efektif dan memberikan dorongan kepada anak. Melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan, menyerahkan tanggungjawab secara proporsional agar mereka merasa adanya dukungan sosial terhadap kemampuan insiatif dan kreativitas mereka. Memberikan apresiasi untuk mendorong mereka mencapai prestasi yang lebih baik, sebaliknya juga masyarakat memberikn dorongan berupa hukuman-hukuman yang mendidik ketika melakukan perbuatan yang menyimpang atas norma susila, budaya, dan agama.
Kesimpulan
Pembahasan dalam makalah, telah mengungkap beberapa fenomena-fenomena sehubungan dengan upaya anak melakukan penyesuaian diri (self adjusment). Kesimpulan yang dapat diperleh bahwa:
Pertama, aspek-aspek pembentukan penyesuaian diri dapat dibagi menjadi dua, yakni aspek penyesuaian pribadi, merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Memiliki kesadaran tentang kemampuan dirinya serta tanggungjawab sosial yang harus dilaksanakan dan aspek penyesuaian sosial, proses tersebut timbul karena suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Interaksi terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain, hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.
Kedua, faktor-faktor krusial yang turut mempengaruhi keberhasilan pembentukan penyesuaian diri anak, teridir dari; Pertama keluarga, hubungan keluarga yang positif akan berimplikasi pada kondusivitas perilaku sosial anak positif, sebaliknya bila negatif akan menjadi gangguan psikologis pada setiap usia, terlebih selama masih remaja karena pada saat itulah anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Orang tua merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri anak. Pola hubungan antara orang tua dengan remaja akan mempunyai pengaruh terhadap penyesuaian diri anak-anak. Kedua sekolah, Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri, karena hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan menjadi bekal bagi proses penyesuaian di masyarakat. Pendidikan modern menuntut pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut, sehingga proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Ketiga teman sebaya, teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya; dan Kedua, dia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. Keempat masyarakat, Dalam lingkungan masyarakat remaja diperhadapkan untuk mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain, memahami kewajiban pribadi, menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain, dan bersikap respek dan patuh terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.

















Referensi
Dunn, L. & Kantos, S. 1997. What Have We Learned About Developmentally Appropriate Practice? Young Children, 52, (2), 4-13.
Djaali, H. 2008. Psikologi Pendidikan. PT Bumi Aksara. Jakarta
Friedman, S., H. & Schustack, W., M. 2006. Personality: Clasic Theories and Modern Research. Person Education Inc. Publishing as Allyn & Bacon.
George, C., Boeree. 2008. General Psychology: Psikologi Kepreibadian, Persepsi Kognisi, Emosi, & Perilaku. Pimasophie. Jogjakarta.
Muslimah, S. 1990. Hubungan Antara Popularitasdan Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Dalam Komuniksasi Interpersonal Pada Siswa SMU Negeri 1 Wates Kulon Progo. Skripsi (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
National Association for the Education of Young Children. 1996. NAEYC Potition Statetment: Responding to Linguistic and Cultural Diversity: Recommendation for Effective Early Childhood Education. Young Children, 51, 4-12.
Santroks, W. John. 2004. Educational Psychology, 2nd Edition. McGraw-Hill Company Inc

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEPSI PSIKOLOGI PROYEKSI (Telaah Tentang Apperseption dan Apperseptive Distortion)

MENGENAL FENOMENA KELOMPOK SOSIAL DAN PERILAKU KOLEKTIF

FENOMENA GENDER DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL